digdayabook.com, Klaten – Isu kekerasan hingga saat ini masih menjadi hal yang tabu. Sebagian masyarakat beranggapan, adanya kekerasan dalam rumah tangga merupakan “aib” keluarga yang patut disembunyikan, terutama kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak. Faktanya, menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak, sepanjang tahun 2023 terdapat 289.111 kasus kekerasan pada perempuan dan 15.120 kasus kekerasan pada anak. Walaupun angka ini tergolong turun dari tahun sebelumnya, tetapi jumlah yang tersanding tergolong besar mengingat kedudukan perempuan dan anak adalah subjek hukum yang istimewa.
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan maraknya kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak, seperti faktor ekonomi. Tingkat pendapatan yang rendah dan tingginya biaya konsumtivitas dapat menyebabkan seseorang stres saat bekerja. Tekanan yang didapatkan dibawa ke rumah sehingga anggota keluarga yang menjadi sasaran emosi belaka. Selain itu adanya budaya marginalisasi serta faktor lingkungan dapat menjadi pemicu adanya kekerasan dalam rumah tangga. Tidak hanya ketiga faktor tersebut, terdapat faktor lain yang tidak kalah berpengaruhnya dengan kekerasan, yaitu adanya keluarga toxic.
Seperti halnya di Desa Bawak, khususnya RW 10 Dusun Temas masih maraknya keluarga toxic. Dilanggengkannya budaya patriarki dan berkurangnya peran orang tua dalam didikan keluarga berpotensi memicu adanya kekerasan, baik pada perempuan maupun pada anak. Walaupun faktanya, sangat sedikit angka kekerasan yang terjadi di lingkungan Dusun Temas, Desa Bawak, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti muncul kasus-kasus baru yang dilatarbelakangi karena faktor keluarga toxic.
“Sebenarnya kasus kekerasan saat ini sangat jarang, jika ada konflik biasanya akan diselesaikan secara musyawarah. Namun, tidak menutup fakta bahwa banyak orang tua yang sibuk sehingga tidak bisa optimal dalam mendidik anak-anaknya. Sehingga masih marak fenomena keluarga toxic” ucap Susilo, wakil ketua Karang Taruna Dusun Temas (18/07/24)
Melihat fenomena ini, mahasiswa Universitas Diponegoro yang sedang menjalankan Kuliah Kerja Nyata (KKN), merancang program kerja untuk meningkatkan awareness masyarakat Dusun Temas mengenai perlindungan perempuan dan anak terhadap kekerasan. Melalui program kerja yang bertemakan Pembinaan Wanita Terhadap Perlindungan Perempuan dan Anak yang dilaksanakan pada 1 Agustus 2024, Mutiara Pramesti selaku mahasiswa Fakultas Hukum UNDIP memaparkan berbagai macam bentuk-bentuk kekerasaan yang jarang masyarakat ketahui berdasarkan UU No. 23 Tahun 200 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)
“Mungkin ibu-ibu sekalian hanya tahu kalau kekerasan itu identik dengan kekerasan fisik seperti memukul atau menampar, tetapi nyatanya bentuk kekerasan lebih luas daripada itu. Seperti yang termuat dalam UU PDKRT, terdapat berbagai bentuk kekerasan, seperti kekerasan fisik, psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga” tutur Mutiara saat memaparkan materi bentuk-bentuk kekerasan
Program kerja yang menyasar ibu-ibu PKK RW 10 Dusun Temas ditujukan untuk mendorong keberanian warga desa, khususnya para perempuan, untuk berani melaporkan setiap tindakan kekerasan, baik yang dialami oleh diri sendiri maupun orang lain. Dalam kegiatan sosialisasi yang dibawakan oleh mahasiswa KKN UNDIP ini, bukan hanya menjelaskan bagaimana bentuk-bentuk dari kekerasan, tetapi juga membina audiensi untuk melaporkan setiap kasus kekerasan yang ada sebagai wujud perlindungan dan pemenuhan hak, khsusnya pada perempuan dan anak.
“Ibu-ibu dapat melaporkan setiap tindak kekerasan yang dialami atau disaksikan ke berbagai portal, seperti SIAP 129, Komnas Perempuan, Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, atau ke portal lapor.go.id . Jangan pernah takut untuk melaporkan kasus kekerasan, karena laporan yang masuk akan dijaga kerahasiaannya sebagaimana yang tertuang dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban” – ucap Mutiara saat menutup materi sosialisasi.
Penulis: Mutiara Pramesti
Ed: Mimin Aya
Posting Komentar