Malam menyapa saat seorang gadis kecil yang bernama Zahra mulai
menyeduh coklat panasnya. Zahra adalah gadis yang hidup bersama berjuta
impiannya dalam sebuah rumah tinggi bak Istana.
Zahra merupakan gadis yang hidup dengan Keluarga yang berkecukupan,
sayangnya Zahra tidak bisa menopang tubuhnya sendiri tanpa menggunakan bantuan
kursi roda, sehingga ia merasa diacuhkan bahkan saat berada di rumah mewahnya
tersebut. Kedua orang tua Zahra sering mengacuhkannya Karena mereka merasa
tidak ada yang bisa diharapkan dari Zahra dengan kursi roda tersebut. Sementara
kakaknya merasa malu mempunyai adik yang kurang sempurna seperti Zahra.
Setiap hari Zahra hanya menghabiskan hari-harinya di dalam Kamar dan
sesekali menuju Ke taman. Gadis itu, pada usianya yang sudah 18 tahun tersebut sangat
senang melukis untuk menepis rasa rendah dirinya yang terus menyesali
keadaannya. Suatu pagi saat zahra keluar dari kamarnya menuju ke arah taman,
Zahra jatuh dari kursi roda karena tidak sengaja melewati lubang.
"Aww sakit..."
"Ma, Pah bisa tolongin zahra nggak? Taka da orang yang
mendengarnya.
*Kak… Kak Naza… Tolongin Zahra, Kak. Zahra nggak bisa bangun."
Namun, tidak ada seorang pun di dalam rumah tersebut yang
menolongnya. Untung saja ada Pak Hari, tukang kebun rumahnya yang mendekat dan
membantunya.
"Ya Allah, Non, Mari bapak bantu"
Pak Hari mengangkat Zahra dan membenarkan posisi kursi rodanya
"Terimakasih banyak ya, Pak" ucap Zahra.
"lya, Non. Hati-hati yah."
"Iya, Pak," jawab zahra dengan tersenyum.
"Non Zahra mau mau kemana? mari bapak antarkan"
"Ke taman, Pak."
Seperti biasa Zahra menyendiri di taman untuk mencoba menenangkan
pikirannya.
Saat sedang menangis ditaman, tiba-tiba Zahra dihampiri oleh seorang
gadis seusianya dengan kondisi yang sama dengan Zahra. Gadis itu Mengulurkan
tangannya mengajak Zahra untuk berkenalan.
"Hai, Nama aku Dara."
Zahra membalas jabatan tangan Dara
"Zahra..."
Mereka berdua mudah sekali akrab, mungkin karena keduanya saling
mengerti kondisi masing-masing. Lama kelamaan tercipta keheningan di antara
mereka. Mereka larut dalam pikirannya masing-masing.
Tiba-tiba Zahra membuka suara "Kamu pernah gak sih ngerasa
kalau hidup itu nggak adil buat kita, ngerasa hidup cuma jadi beban orang lain,
selalu nyusahin orang lain... Aku sering ngerasain itu" ucap Zahra dengan
raut wajah yang sedih.
"Aku juga pernah ngerasain sama seperti apa yang kamu rasain
sekarang, Ra, tapi ingat ya Ra di dunia ini tidak ada seseorangpun yang
sempurna, kekurangan kita ya seperti ini, nggak bisa berdiri tegak seperti kebanyakan
orang pada umumnya. Tapi kita juga punya hak untuk bahagia. Perlahan cobalah
untuk menerima apa saja keadaanmu." Zahra lalu merenung mencermati
kata-kata Dara.
"Yaudah, Ra, aku pulang duluan ya," ucap Dara pada Zahra.
"lya, Dara, hati-hati ya." Dijawab senyuman oleh Dara.
Semenjak pertemuannya dengan Dara, Zahra mulai berfikir bagaimana
caranya ia bisa bersyukur dengan kondisinya, ketika keluarganya tidak
menganggapnya.
Meskipun Zahra masih sering mengeluh ketika masih diacuhkan
keluarganya. Tapi keluhan itu tak lebih besar dari mimpi-mimpi dan harapan yang
Zahra punya. Mimpi Zahra adalah menjadi penulis dan pelukis yang nanti karyanya
bisa dipamerkan di pameran besar.
Zahra mulai dengan sering menulis dan melukis. kesibukannya juga
supaya Zahra tidak terlalu memikirkan kata dan perlakuan orang lain
terhadapnya.
Zahra mulai meng-upload
karyanya melalui media sosial, ternyata banyak yang menyukai karya milik Zahra.
Hingga ada seorang seniman yang melihat karya-karya Zahra di media sosial dan
seniman tersebut menyukainya.
Seniman tersebut mendatangi rumah Zahra.
"Saya melihat karya-karyamu yang kamu upload di sosial media, makanya saya datang ke sini untuk
mengajakmu berkolaborasi dengan saya untuk memamerkan karya-karya kita
dipameran nanti."
"Apakah bapak benar-benar mengajak saya untuk mengikuti pameran
tersebut?" Zahra kaget dengan ajakan tersebut.
"Benar, Zahra. Saya yakin kalau kamu ikut dalam pameran nanti,
pasti banyak orang-orang yang suka dengan karya-karyamu yang indah ini."
Seniman tersebut berusaha membuat Zahra yakin.
Tanpa berfikir panjang Zahra pun menyetujui ajakan tersebut, karena
memang ini adalah mimpi Zahra.
"Kalau begitu saya siap, Pak, untuk mengikuti pameran ini,"
jawab Zahra dengan kebahagiaan.
Keluarga Zahra tidak menyangka bahwa gadis kursi roda yang biasa
mereka acuhkan bisa membuat karya-karya yang indah. Zahra hanya tersenyum melihat
reaksi dari keluarga yang sempat mengabaikannya. Karya seni Zahra dipajang
dalam pameran yang sangat indah, semua orang yang menghadiri pameran tersebut
pun sangat menyukai karya Zahra. Keluarga Zahra ikut menghadiri pameran
tersebut, mereka merasa terharu dan bangga atas karya putri yang selama ini
mereka acuhkan.
Dara pun merasa bahagia dan bersyukur dengan kondisi Zahra sekarang,
di mana Zahra sudah mulai menerima kondisi diri sendiri dan mengembangkan
potensi yang dimilikinya.
* Nabila Zaskia Azzahra adalah mahasiswa semester 2 STIT Al-Hikmah Benda dan Santri di Pondok Pesantren Al-Hikmah 1 Benda Sirampog Brebes.
Posting Komentar