Setiap agama pasti memiliki tempat suci yang digunakan untuk beribadah menyembah Tuhannya. Seperti Kristen dengan gereja nya, Budha dengan candinya, Hindu dengan Viharanya. Islam juga tidak kalah saing dengan agama lain, yaitu memiliki Masjid yang dijadikan sebagai tempat sucinya menghadap tuhan. Fungsi dari masjid sendiri tidak lain adalah untuk dijadikan sebagai tempat Sholat dan kegiatan keagamaan lainnya. Namun, kebanyakan masjid di zaman ini dijadikan sebagai tempat untuk mencetak pundi-pundi dosa dengan kemaksiatan yang merajalela, contoh kecilnya adalah, ada sebuah kejadian dimana masjid dijadikan sebagai tempat minum-minuman keras ketika malam lebaran.
Sesungguhnya masjid diibaratkan sebagai rumah Allah yang harus dijaga kesuciannya guna terciptanya ketanangan dalam beribdah. Seiring berkembangnya zaman, masjid pun mengalami prosesi berkembang dengan konsepsi yang makin berkembang, Seperti arsitektur masjid yang seiring berjalannya waktu bisa dianggap tergolong megah. Budaya dan tradisi menjadi factor terbesar dari bentuk masjid di setiap daerah, misalnya bentuk atap bawang atau kubah. Dalam perkembangannya, khazanah arsitektur masjid di Indonesia semakin berkembang. Masjid tidak lagi merupakan produk arsitektur yang dibuat secara otodidak oleh masyarakat, tetapi sudah tersentuh oleh para arsitek dan kaum akademisi. Hal ini berpengaruh terhadap karakteristik perwujudan arsitektur masjid di Indonesia.
Pada sebagian besar masyarakat
Indonesia, atap kubah merupakan simbol yang cukup populer dan paling mudah
dikenali untuk sebuah masjid. Masjid-masjid dengan atap kubah banyak ditemukan
di berbagai pelosok daerah sampai masjid- masjid besar di tengah kota. Gejala
ini dapat dilihat dari banyaknya atap kubah siap pakai yang banyak dijual di
pinggir. Kiranya, pilihan terhadap atap kubah ini disukai masyarakat, selain
karena praktis dan cepat pemasangannya, secara imajinatif atap kubah ini sudah
menjadi sebuah simbol bagi sebuah masjid.
Corak Arsitektur
Penyelesaian rancangan arsitektur masjid yang didominasi atap kubah seolah-olah sudah menjadi suatu tradisi yang berkelanjutan bagi pendekatan perancangan sebuah masjid yang membawa kita kepada cara berpikir dogmatis yang cenderung membatasi ruang gerak eksplorasi desain. Jika pendekatan desain arsitektur dipakai tanpa pemahaman intisari dan spirit konsepnya, yang terjadi adalah pencarian bentuk semata, tanpa dilandasi dasar pemikiran yang jelas.
Mari kita perhatikan bentuk dari
masjidil haram zaman rosul dengan zaman kini, terdapat banyak perubahan yang
tertuang didalamnya, hal ini sesuai dengan kalimat yang diucapkan oleh Al-Jassas yaitu “Membangun masjid memiliki dua arti,
satu: mengunjunginya dan tinggal di dalamnya, dan yang lainnya: membangunnya
dan merenovasi apa yang dihancurkan” bahkan didalam makna tersiratnya tertuang
jelas, kunjungan kita untuk umroh bahkan haji merupakan pemaknaan dari
realisasi pembangunan masjid. Allah SWT berfirman dalam QS At-Taubah 17-18 yang
artinya: "Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu
memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri
kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam
neraka. Hanya yang memakmurkan masjid- Allah ialah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah
orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Telaah
kajian dari dua ayat tersebut melalui sisi pandang ilmu Qiro’at merujuk pada
beberapa masjid salah satunya adalah Masjidil Haram dan Masjidil Aqsho, dua
masjid ini menjadi titik fokus kajian tentang arsitektur masjid. Salah satunya
adalah larangan kaum kafir dan musyrikin untuk membangun rumah Allah, dan
bahkan larangan untuk mengunjunginya. Hal ini
beracuan pada sebuah logika yaitu dua barang haq dan batil tidak boleh
terpadu menjadi satu, yaitu barang haq berupa keimanan seseorang yang terdapat
dalam ibadahnya diatas tanah masjid, dan batil berupa sosok pembuat masjid yang
bahkan tidak mengimani bahwa Allah lah tuhan seluruh ala mini. Maka dari itu
kaum kafir dan musyrikin sangat dilarang keras untuk membangun masjid.
Masjid adalah rumah milik Allah, oleh karena itu harus
dirancang dengan niat yang suci, yaitu untuk mendapatkan ridho Allah
semata-mata. Perancangan bangunan masjid dilakukan dengan memakai kaidah ilmu
arsitektur tanpa meninggalkan dasar-dasar pengetahuan keagamaan. Pendekatan konsep
didasarkan kepada dua aspek keagamaan utama yakni: pertama, aspek kegiatan
fisik, yaitu kegiatan yang mudah diamati, seperti ritual ibadah sholat,
tabligh, pengajian, penyembelihan hewan qurban dan sebagainya; kedua, aspek non
fisik, yakni perintah dan larangan Allah, sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam, nasehat dan teladan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam.
Modern Mosque
Dalam
merancang masjid perlu mensinergikan antara kaidah arsitektural dan kaidah
Islam, Aspek manusia dalam kaidah arsitektural meliputi kegiatan, jenis dan
besaran ruang, pola hubungan ruang, karakter ruang dan sebagainya. Dalam aspek
manusia yang meliputi kegiatan, jenis, besaran ruang, hubungan ruang dan
karakter ruang, maka pada ruang sholat sebuah masjid memiliki karakter khusus
yakni orientasi sholat yang harus menghadap Ka’bah. Hal ini berakibat dengan
keharusan ruang sholat juga berorientasi yang sama. Kekhusyukan dalam sholat
merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk ditumbuhkan dan terus dijaga
selama jama’ah beraktivitas di dalam masjid.
Konsep
kejujuran, kesederhanaan, rasional serta fungsional merupakan pilar inti dari
corak masjid di era moderat. Namun kebanyakan corak modern ini menolak adanya
tradisi zaman dulu yang terdapat dalam masjid, sisi positif dari hal ini adalah
kejujuran material, bahwa abad sekarang mempunyai cara tersendiri menggambarkan
keindahan sebuah rumah ibadah, yaitu dengan segala kemegahan dan kemewahannya
demi sebuah kenyamanan. Pandangan ini sangat kuat pengaruhnya terhadap konsep
karya-karya arsitektur masjid. Konsep tersebut mencerminkan cara pandang yang
Islami, tidak berlebih-lebihan dan tidak mubazir. Konsep Islam menyatakan bahwa
agama Islam ditujukan untuk orang-orang yang berpikir (rasional) karena pada dasarnya
Islam itu sangat rasional.
Pada
intinya Konsep perancangan arsitektur masjid cenderung memiliki dasar
pemikiran-pemikiran Islami yang kental sebagai sumber pendekatan desain. Akan
tetapi, cara pandang dan pemahaman terhadap konsep Islam itu sendiri yang tidak
dipahami secara mendalam akan mengakibatkan proses berpikir yang cenderung
sempit dan stagnan. Penggalian secara mendalam atas konsep Islam itu sendiri
akan menemukan perspektif lain yang memacu seseorang dalam menggagas
karya-karya arsitekturnya. Konsep Islam menawarkan cara berpikir logis dan
rasional yang membawa kita kepada semangat zaman yang berorientasi ke arah masa
mendatang dengan tidak sekadar meniru apa yang sudah ada. Konsep arsitektur
modern membawa pemahaman anti masa lalu, semangat zaman (zeitgeist), sedangkan
Islam menekankan asas rasional membuat penggunaan elemen-elemen desain yang
logis, fungsional, tanpa ornamen hanya berupa tempelan belaka.
Oleh: Dinanda Nur Aulia (Mahasiswa IAT UIN Walisongo, 2020)
Posting Komentar