Keteladanan K.H Sudja' dalam Kepemimpinan Muhammadiyah

 


Muhammadiyah merupakan gerakan Islam dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid (pembaruan tentang pokok ajaran Islam) yang bersumber pada Al-Qur'an dan As-Sunnah As-Sohihah. Banyak tokoh Muhammadiyah sebagai tokoh nasional yang berperan dalam memajukan bangsa dan negara. Salah satunya adalah KH. Sudja’, beliau adalah putra dari Raden Lurah Hasyim (KH. Hasyim) yang lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1885. KH. Sudja’ merupakan pencetus pertama berdirinya RS PKU Muhammadiyah. Berdirinya RS PKU Muhammadiyah bermula dari rapat pimpinan Muhammadiyah yang digelar oleh KH. Ahmad Dahlan. Beliau saat itu menanyakan apakah ada bangunan yang perlu untuk didirikan. Kemudian, KH. Sudja’ mengusulkan membangun sebuah Rumah Sakit untuk warga Muhammadiyah. Namun, hal tersebut justru malah ditertawakan oleh para hadirin yang hadir karena dianggap tidak masuk akal.


KH. Sudja’ memang bukan sosok orator yang tampil di muka umum, namun KH. Sudja’ lebih suka berada di belakang layar menjadi seorang pemikir dan konseptor. Beliau memiliki mimpi yang tinggi. Impian tentang mendirikan Rumah Sakit tersebut berawal dari ajaran KH. Ahmad Dahlan dan teologi Al-Ma’un. Lebih jauh ia berprinsip bahwa jika Allah SWT telah menetapkan ketentuannya di dalam Al-Quran, pasti ketentuan itu dapat dilakukan umat-Nya, karena mustahil Allah SWT membuat ketentuan yang tidak dapat dilakukan kaum-Nya. Pembelajaran mengenai surat Al-Ma'un inilah yang mendorong KH. Sudja’ memiliki impian besar mendirikan hospital (rumah sakit), armenhuis (rumah miskin) dan wesshuis (rumah yatim). 


Kiprah yang menggembirakan dengan gagasan melampaui zamannya, kendati tak sedikit dari mereka yang diremehkan hingga disemati tuduhan tak berdasar. Walaupun mimpinya tersebut ditertawakan oleh banyak orang karena dianggap tidak masuk akal, namun pada 1938 beliau berhasil menginisiasi pendirian Rumah Sakit PKU (Pembina Kesejahteraan Umat) yang pada awal didirikan berupa klinik sederhana dengan nama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum dhu’afa,  hingga sekarang Muhammadiyah memiliki 105 Rumah Sakit. Dalam perannya di luar PKO, KH. Sudja’ menjadi sosok penting dalam meriwayatkan berbagai kisah yang dia saksikan bersama KH. Ahmad Dahlan. Menjelang akhir hayatnya KH. Sudja’ merasa bersedih karena saat sakit dirinya tidak dirawat di Rumah Sakit PKO Muhammadiyah, mengingat saat itu peralatannya belum memadai.


KH. Sudja’ selain berperan dalam pencetus pendirian Rumah Sakit PKU Muhammadiyah juga aktif dalam memperjuangkan perbaikan kualitas perjalanan haji bagi jamaah asal Indonesia  dalam pembentukan Bagian Penolong Haji setelah ia ditunjuk oleh KH. Ahmad Dahlan untuk memimpin perjalanan haji yang dikoordinir oleh Bagian Penolong Haji, survei kondisi perjalanan haji, dan mengenalkan Muhammadiyah kepada pemimpin Makkah. Lembaga ini merupakan perintis dan mengilhami adanya Direktorat Urusan haji. Dikutip buku Haji dari Masa ke Masa terbitan Kementerian Agama, pada tahun 1921 yang merupakan gerakan perbaikan penyelenggaraan haji dengan menekan pemerintah Belanda. Dalam perjalanannya beliau melaksanakan tugas ini bersama Wirjopertomo. Berkat usaha dan ketekunannya, ia kemudian dikenal sebagai pelopor perbaikan perjalanan haji Indonesia. Pada masa kemerdekaan KH. Sudja’ kemudian mendirikan PDHI (Persatuan Jamaah Haji Indonesia). Apa yang diupayakan organisasi Islam terbesar di Nusantara ini memiliki dampak besar terhadap pelaksanaan haji. Sejak itu jumlah jamaah haji naik drastis. Pada tahun 1930-an jumlah jamaah haji Indonesia mencapai 33.000 orang. Bandingkan dengan jamaah haji di luar Arab yang mencapai 80.000 orang. Ini artinya negara Indonesia menyumbang 30 persen total jamaah haji dunia.


Di kalangan tokoh Muhammadiyah KH. Sudja’ dikenal sebagai salah seorang yang banyak mewarisi sikap gurunya KH. Ahmad Dahlan, dalam rangka mengembangkan organisasi. Jika KH. Ahmad Dahlan adalah peletak dasar berbagai aktivitas amal usaha sosial Muhammadiyah, maka KH. Sudja’ adalah perumus dan sekaligus penafsirnya dalam realitas gerakan. Itulah sumbangan besar KH. Sudja’ dalam mengembangkan gerakan Muhammadiyah, khususnya di bidang amal usaha sosial. Bapak Penolong Kesejahteraan Umum sebagai kepanjangan tangan KH. Ahmad Dahlan tersebut wafat di Kauman pada tanggal 5 Agustus 1962. Pada perkembangannya, berbagai khidmah semangat kerja kemanusiaan yang beliau rintis di dalam Muhammadiyah terus berkembang dan meluas dari pelayanan sosial, pemberdayaan masyarakat, kebencanaan nasional, hingga respon krisis kemanusiaan internasional di berbagai negara melalui Muhammadiyah Aid.


Dengan demikian nilai-nilai kepemimpinan dari KH. Sudja’ yang bisa kita teladani sesuai dengan cita-cita dan tujuan Muhammadiyah terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yaitu.

1.      Warganya beriman dan beribadah kepada Allah SWT dalam arti yang seluas-luasnya (melaksanakan ibadah mahdhah dan amah).

2.      Hidup sejahtera, perekonomiannya cukup bisa memenuhi kebutuhan pokok untuk makan, papan, pendidikan dan kesehatan secara layak manusiawi. Hidup dalam suasana kedamaian, kerukunan, gotong royong saling membantu, dan sehat lahir batin

3.      Hidup bermartabat dan berperadaban yang tinggi dalam konteks keumatan dan kebangsaan maka kepemimpinan Muhammadiyah adalah pemimpin yang memiliki semangat kemanusiaan pemimpin yang membebaskan umat dari berbagai penderitaannya.

 

Penulis : Puspitowarno, S. Kep., Ns.

Dosen Pengampu : Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D.

 

 

Posting Komentar