Kalau Miskin itu Privilige, Takkan Ada Lagi Orang Miskin di Dunia

 


Kemarin ada influencer yang membuat branding tentang kemiskinan sebagai sebuah Privilege. Ada banyak pro kontra dari pernyataan influencer tersebut, tapi memang lebih banyak kontranya dari pada yang pro. Hal yang jadi masalah juga adalah, alasan netizen ingin kontra dengan argumen influencer tersebut hanya karena yang berbicara itu telah menipu banyak orang terkait trading ilegalnya. Seharusnya kita bisa menahan diri dan memisahkan sebuah argumen dengan seseorang yang berbicara di belakangnya, karena itu adalah dua hal yang berbeda, kita harus menyerang argumennya, bukan orangnya ketika dalam konteks pengajuan opini dari seorang Individu.

Tentang miskin itu Privilege, sebenarnya ada masalah di sana tentang apa saja yang bisa kita sebut hak-hak istimewa (Privilege). Kita masuk ke dalam pembahasan yang relatif di sini, karena ada banyaknya sekat-sekat di antara kita sebagai kelompok yang berbeda, dan tentunya masing-masing kelompok memiliki hak istimewa yang berbeda-berbeda juga. Contohnya sebagai seorang artis, orang-orang tersebut pastinya memiliki privilege-nya tersendiri, misalnya jadi kaya raya dan hidup mapan, seorang artis juga dapat dikenal banyak orang, tapi ada juga harga yang harus dibayar dari seorang artis, misalnya seperti kehilangan privasi. Begitu juga dengan sebaliknya, untuk orang-orang yang tidak terkenal atau orang biasa, bisa saja dia punya privilege karena privasinya terjaga, tapi ia tidak punya privilege seperti banyak artis yang kaya raya dan terkenal. Jelasnya, perihal mendefinisikan apa yang bisa disebut privilege dan tidak ialah hal yang relatif, ada hal-hal yang bagi kita keuntungan, dan bagi orang lain merupakan kerugian.

Dari sinilah argumen influencer tersebut mengambil celah sebagai pernyataan yang seolah-olah sudah pasti benar dan absolut, karena dia mengklaim terlahir miskin itu privilege. Lalu pertanyaannya adalah, di mana memang letak privilege-nya dari kehidupan yang miskin? Padahal miskin itu kan susah dan menyedihkan. Memang jika merujuk dari penjelasan sebelumnya, dalam setiap hal pasti ada privilege-nya, begitu juga dengan kemiskinan. Kemiskinan bisa menjadi sebuah privilege bagi seseorang sebagai pelecut untuk terus berjuang, karena orang yang terlahir kaya itu tidak punya kondisi yang sama seperti orang yang terlahir miskin. Orang yang sudah kaya, kebanyakan tidak paham apa itu berjuang sekuat tenaga, sedangkan orang miskin paham tentang rasa berjuang itu. Nah, keinginan untuk terus berjuang tersebut sebagai seorang manusia tentunya menjadi hal positif dan hal tersebut banyak didapati dalam kondisi kemiskinan daripada kondisi kekayaan. Maka tentang rasa berjuang yang tak habis-habis, kondisi kemiskinan memang menang terhadap kondisi yang mapan.

Lagi-lagi hal yang jadi masalah adalah, keinginan untuk terus kerja keras itu tidak selalu memberikan kita kekayaan. Lihatlah para petani di sawah, pekerja bangunan di gedung-gedung mewah, mereka adalah orang-orang yang paling gigih kerjanya, paling semangat kerjanya, paling ingin cepat selesai kerjanya. Lantas, apakah itu cukup untuk membuat mereka kaya? Kan tidak juga, karena untuk kaya bukan tentang siapa yang paling keras kerjanya, tapi siapa yang paling cerdik kerjanya, dan tentunya, apakah cerdik juga menjadi sebuah hak istimewa dari menjadi miskin? Tidak juga kan, mereka saja pendidikan formal sebagai akses pekerjaan layak juga banyak yang tidak tamat.

Kecerdikan itu ada banyak indikatornya, seperti relasi bisnis, pengetahuan umum tentang dunia, kecerdasan emosional, dan banyak lainnya. Semua itu tidak bisa didapatkan hanya dengan menjadi miskin. Hal-hal tersebut didapatkan oleh orang-orang yang sudah terlahir kaya.

Privilege itu memang ada pada semua tempat, tapi bukan berarti kualitas privilege-nya sama semua. Buat apa kita hanya dapat privilege semangat bekerja, tapi tidak dapat privilege cerdik bekerja. Sedangkan untuk orang-orang kaya, buat apa perlu semangat bekerja, kalau cerdik bekerja saja sudah dapat menyelesaikan semua urusan.

Itulah kenapa masih banyak orang miskin di dunia ini, padahal ada privilege di dalam kemiskinan. Influencer tersebut tidak salah dalam menjelaskan bahwa terlahir miskin itu ada privilege-nya, tapi yang salah dari dia adalah, dia tidak menjelaskan bahwa privilege orang-orang yang terlahir kaya atau berkecukupan itu akan lebih menang jika diadu dengan privilege-nya orang miskin. Maka dari situ, masalah tentang kaya dan miskin adalah hal yang rumit, ia tidak mudah untuk dijelaskan, karena ada banyak hal-hal yang kita tidak sadari ketika menganalisis sesuatu, karena kita tidak cukup tanggap dalam melihat masalah yang sebenarnya.

Untuk influencer tersebut, kita janganlah terlalu menghina pribadinya, atau mengungkit-ungkit masalahnya ketika kita sedang membahas argumennya, karena kita harus adil dalam menanggapi opini, dan kita juga harus tetap dalam batasan-batasan yang seharusnya, untuk masalah moral. Biarlah pihak berwajib yang mengurusinya, kita tidak punya kewenangan di sana.

Posting Komentar