Ilmu adalah rahmat terbesar yang pernah Tuhan
ciptakan di dunia yang fana ini. Ilmu menerangi gua kebodohan yang gelap, ilmu
memadamkan api kebodohan yang membara dan menjalar sebagaimana pohon terbakar
yang membakar pohon-pohon lainnya. Ilmu melunakkan dan membasahkan tanah yang
gersang dan tandus bagai Gurun Gobi. Ilmu mengisi sumur kering dengan air yang
maha sejuk. Dan yang terutama, ilmu memanusiakan monyet-monyet yang berpikir
ini hingga menjadi Manusia. Tanpa ilmu, pastilah peradaban kita masih dalam tahap
peradaban kudet dan kuper, perkembangan teknologi akan
mandek, pertumbuhan kesenian akan macet, dan pastinya, manusia sebagai “hayawanun nathiq” akan kehilangan unsur
“nathiq”nya dan hanya menjadi “hayawan” yang buas,dungu,dan tengil.
Ilmu adalah hadiah maha indah yang Tuhan hadiahkan ke
kita. Bila setiap manusia sadar dan merasakan keindahan ilmu ini, akan terlihat banyak hal yang bisa dirapikan
pada dunia yang ternyata tak seideal yang dikira. Ilmu membuat Manusia merasa
lapar dan kurang. Bagaimana maksudnya? Dengan ilmu, kita akan menyadari betapa
dangkalnya standar keberhasilan dan kesuksesan di kehidupan masyarakat, betapa
haus akan reputasi plastisnya masyarakat kita.
Hah! ia pikir baju mahalnya,aksesoris branded-nya,rumah megahnya, pengaruh
besarnya, dan jumlah pengikutnya. Apakah itu yang membuat kita bernilai?
Sepertinya teman-teman sudah tau bagaimana jawabnya. Oleh karena itulah,
seorang terpelajar wajib merasa lapar dan kurang, Banyak masyarakat kita hari
ini mengalami “kebutaan intelektual serta moralitas” dan hanya orang terpelajar
yang tahu itu, tidak selayaknya orang terpelajar hanya berdiam diri melihat
pemerintahan “The Kingdom of Ignorancy”
ini, Tidak selayaknya para terpelajar menjadi bisu dan tuli terhadap “Republic of Stupidity” ini.
Apabila orang bodoh berkata, maka orang terpelajar
harus berteriak! Apabila kebodohan tersiar, maka orang terpelajar wajib
mengklarifikasinya! Hai terpelajar, jadilah engkau seperti Ibrahim, yang kritis
dan analitis terhadap kedunguan dan kesesatan! Karena apabila tidak, para Nimrod-Nimrod
itu makin bersuara dan menjadi “tipping
point” kedunguan.
Tidak bisa dimungkiri bahwa sistem pendidikan kita
turut memainkan peran dalam mengaburkan definisi ilmu yang bersih nan suci
tidak berhadas ini. Ilmu adalah ketika anda mendapat nilai 95 dalam mata
pelajaran A, ilmu adalah ketika kamu naik kelas, ilmu adalah ketika saya tidak
berani mengkritisi guru karena takut kualat dan masuk neraka jahanam. Manusia
yang sungguh tersekolahkan bukanlah hamba nilai dan IPK. Manusia yang sungguh
terpelajar bukanlah yang “nggeh-nggeh wae”.
Kata Soe hoek Gie, guru bukanlah dewa dan murid
bukanlah kerbau, selayaknya ketepatan ilmiah mengalahkan stratifikasi
guru-murid itu sendiri, rasionalitas di atas judgmentasi serta kecerdasan
narasi di atas caci maki. Maka, sangat amat disarankan untuk para pelajar yang
sungguh-sungguh berniat menjadi “intelektual organik” untuk bersungguh-sungguh
pula mengenali dirinya sendiri. Kenalilah bakat, potensi,kelemahan dirimu! Buat
kurikulum mandirimu sendiri! Catatlah hal-hal apa saja yang ingin kamu kuasai
serta pengetahuan dan keterampilan fundamental apa saja yang diperlukan untuk survive dalam kehidupan dan menyongsong
kemajuan bangsa,negara,dan IPTEK di abad 21 karena ilmu-ilmu yang diajarkan di
sekolah seringkali tidak menyentuh solusi praktis dan terlalu abstrak untuk
dipraktikkan oleh para pelajar muda untuk dikembangkan menjadi bahan inovatif.
Mengetahui bakat dan minat saja tidak cukup! Carilah
kesempatan-kesempatan untuk mengembangkan bakatmu! Gunakanlah waktumu untuk
latihan dan belajar, karena syarat untuk menguasai sesuatu adalah “deliberate practice” atau latihan
berkelanjutan. Ikutilah berbagai seminar/webinar/pelatihan dan bacalah banyak
buku! Jangan tertipu dengan alasan palsu yang menyatakan “Ah ngapain baca buku,ntar
salah menyimpulkan!” Kalimat tersebut adalah akibat dari kurangnya membaca dan
belajar, padahal peradaban kita bisa berkembang merupakan jasa dari empat hal
linier dan berkelanjutan yakni baca-tulis-karya tulis-inovasi-baca-tulis-karya
tulis-inovasi-baca-tulis-karya tulis-inovasi dan semoga akan terus berlanjut
tiada hentinya. Rantai tersebut akan berhenti ketika minat membaca semakin
menurun karena terlalu “produktif”
berleha-leha dan ditakut-takuti bayang-bayang bahwa belajar dengan membaca bisa
tidak barokah.
Senantiasa ingatlah, bahwa agama apapun tidak akan
pernah ada yang mengharamkan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan salah satunya
didapatkan dengan cara membaca, maka mustahil agama mengharamkan kegiatan
membaca, maka bacalah! Iqro’! Bacalah ilmu-ilmu bermanfaat dan jauhi yang tidak
bermanfaat. Namun, yang mesti diingat adalah bukan berarti sekolah atau
pendidikan formal itu tidak penting! Carilah berbagai wahana dan sarana untuk
membangun bakatmu di sekolah dengan mengikuti ekstrakurikuler,UKM,dan berbagai
kegiatan yang lain yang bermanfaat, bangunlah relasi yang suportif di sekolah,
kehidupan ini keras dan teman yang baik membantu melunakkannya, sekolah bisa
jadi sarana kita mengembangkan bakat kita, dan kita bisa fokus di sarana
tersebut serta jangan sepelekan nilai akademik! Dapatkan nilai bagus untuk
membanggakan orang tua dan kamu tentu senang mendapatkan nilai yang baik, dan
penuhi potensimu sejak dini untuk membahagiakan kehidupan di masa depan. Dan
yang tidak kalah penting adalah, orang terpelajar selalu tau apa yang ia
butuhkan dan tak butuhkan, orang bijaksana tau kapan harus berkata “GAS!” dan
kapan berkata “SKIP DULU NGAB!”.
Jangan pula terlupa, bahwa orang terpelajar yang
sungguh terpelajar pasti memahami dan bersikap sesuai nilai-nilai keluhuran. Di
dalam setiap tindakan orang terpelajar pastilah tercurah aura keberadaban dan
keanggunan, karena esensi ilmu adalah untuk memangkas kebodohan, dan kebiadaban
adalah bagian dari kebodohan. Maka sebetulnya, implikasi manusia terpelajar
adalah keluhuran tingkah laku dan keberadaban.
Kebiadaban dan ilmu bagaikan minyak dan air yang
sampai kiamat qubro tidak akan
bersatu, kalau ada orang berilmu tapi tindakannya merusak dan membawa mudhorot, bisa dipastikan ilmunya tidak
berbekas di hatinya dan tidak termanifestasikan dalam perbuatannya, ilmunya
hanya sekedar koleksi dan senjata pamungkas yang ditancapkan ke hati dan
pikiran lawan debatnya,ilmunya hanya untuk membangkitkan “pathos” negatif di kalangan
masyarakat. Orang semacam ini adalah orang yang mengeksploitasi ilmu,dan
mengeksploitasi ilmu adalah bagian dari kebodohan, mari kita bersama-sama
deklarasikan perang terhadap kebodohan semacam ini!
Posting Komentar