Adiwarna Simpang Lima kala itu tepatnya 27 Februari 2014, didahului
arunika nan eloknya.“Renjana yang membuatku melangkahkan kaki di hari
sebelumnya,” kata gadis itu.
Dia merupakan wakil Kabupaten Wonogiri untuk mengikuti Seleksi Jalur
Khusus International Mathematics and
Science Olympiad (IMSO) 2014 di Kota Semarang.
Saujana sandyakala, saat itu dia memantapkan hatinya. “Aku bukan ingin
menjadi yang terbaik besok, tapi yang kuinginkan adalah mendapatkan hal
berharga.”
Malam sudah berakhir, pagi yang baswara. Tibalah dia menapakkan kaki di
suatu gedung elite, entahlah dia
tidak tahu nama gedungnya. Dilihatnya lautan seragam berdesakan mengumpulkan
berkas menunggu antrean. Dia duduk manis melihat sekelilingnya dengan kegugupan
yang menghantam. Jelas dia grogi, untuk kali pertama dia ikut perlombaan hingga
ke ibu kota. Sejujurnya dia tidak menyangka. Tapi faktanya, Sang Pencipta
selalu memberi kejutan selesa.
Waktu berjalan begitu cepat, dia dan sekumpulan putih merah beradu
mengerjakan soal. “Ah... aku tidak ingin ambil pusing, aku hanya ingin tau apa
yang akan terjadi setelah ini.” Kembalilah ia ke mobil dan menuju perjalanan
pulang. Vibesnya ibu kota amat terasa ketika dia mengitari Simpang Lima.
“Bagus
bangettt...!!!” Tiada henti ia terkagum.
Sejauh mata
memandang jumantara, terlintas pesawat yang membuatnya berbicara. “Aku ingin
kembali lagi ke kota ini. Tapi buat apa?” Pertanyaan yang sulit dicaritahu
jawabannya oleh anak menuju belia.
Tenang
saja, dia tetap riang gembira karena berhasil menemukan hal berharga yang
ditelusurinya. Sang Pemberi Rezeki ingin kita berbakti kepada orang tua.
Pencapaian kecil yang kita raih, itu sudah membuat mereka bahagia. Jadi jangan menyerah
dan lelah mencoba. Tidak perlu minder
terhadap pencapaian orang, itu hanya akan mengurangi rasa syukur kita kepada
Tuhan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Hari demi
hari, bulan berganti tahun, petualangan apa lagi yang dilakukannya? Hingga lima
tahun sudah berlalu, jatuh cinta nya pada ibu kota kembali ada. Setelah lima
tahun juga ia melupakan dan tak pernah memikirkan. Rupanya dia menginginkan
sesuatu. Lalu apa itu? Dia bilang padaku, “Aku ingin BIOLOGY DIPONEGORO
UNIVERSITY.”
Kulihat
sorot matanya yang menampakkan cinta, keseriusan dan ketekunan yang bisa
dibilang luar biasa. Teringatlah selalu tentang apa yang diucapnya kala itu.
Sekarang dia tahu kenapa harus kembali. Ya, untuk university. Tapi yang dibingungkannya, kenapa dia nggak memajang
logo Diponegoro
saja atau negeri Semarang yang saat itu menjadi pilihan kedua. Lantas apa yang dipilih
oleh gadis itu? Ternyata dia pilih memajang Lawang Sewu di Whatsapp hitungan
bulan lamanya. Aneh tapi nyata. Bahkan ketika ia sakit, gambar itu mampu
meredam lukanya. Namun rencana Allah berbeda. Orang tua nya kurang mau jika dia
ke ibu kota.
Berbagai
alasan ada, karena finansial, jarak, nilai raportnya yang bisa dibilang kurang
tinggi, dan jarang kakak kelas nya yang lulus jalur SNMPTN disana, kebanyakan
ada di Sebelas Maret dan Gadjah Mada. Sampai akhirnya dia mendaftar SNMPTN di
Universitas Sebelas Maret. Awalnya dia tidak punya pemikiran untuk kesana. Tapi
karena kuliah melibatkan banyak hal maka dari itu ia mempertimbangkan. Namun
dia tidak lolos. “OK, gak papa,” katanya teduh.
Karsa bulat
untuk mengikhlaskan apa yang terjadi, karena kata “seandainya” itu tidak ada.
Yang harusnya ada adalah “aku akan” agar kita tidak mudah menyesal. Malam kegagalannya membuatnya
berfikir keras. “Aku tidak punya persiapan SBMPTN ataupun Jalur Mandiri, belajar UTBK
saja tidak maksimal.”
Hingga dua
hari setelahnya, ada serendipity
datang, benar-benar riang gemilang. Tanggal 24 Maret 2021, saat dia berniat
mengambil DUPS dan password untuk daftar Vokasi UNS, undangan dari UIN Walisongo
Semarang datang. Dia terkejut “Hah...Semarang punya univ islam toh!!!”
Percakapannya dengan guru BK berlangsung lama.
“Ini cuma
diambil sepuluh anak yang tercepat dan benar-benar mau berkomitmen untuk UIN
tersebut. Memang belum tentu lolos, tapi sepuluh anak itu akan diprioritaskan.” Sontak dia kaget.
Lalu dia
dan kedua temannya membicarakan jalur undangan tersebut. “Kita ambil jalur ini
aja ya? Kan kita nggak bisa mengandalkan SBMPTN.”
Lalu dia
berpikir lagi. “Ini model pembelajarannya gimana ya? Apa ada hafalan surat?
Terus aku ambil prodi apa?”
Separuh jam
membahas, kembalilah mereka ke ruang BK. Dengan pendirian yang kuat, “Bu...
kami mengambil jalur undangan ini.”
Terlihat
raut muka gurunya yang cerah, tersenyum merah. Disodorkannya buku untuk menulis
nama, rata-rata raport, nomor HP, dan pilihan program studi.
Lalu
pulanglah mereka dengan perasaan tak terduga.Tanda tanya selalu menghantuinya.
Sementara dia juga harus belajar UTBK. Lelah gelisah, hingga akhirnya ia batal mendaftar
Vokasi UNS.
Hari demi
hari ia lewati dengan rasa gundah. Jelas ia tidak tenang, karena jarak antara
pengumuman SNMPTN dengan hari UTBKnya hanya selang dua minggu. Dimana dia tidak
menghafal rumus sama sekali. Mengikuti try
out juga jarang. Skor pertama dari latihan soal hanya 250 sampai 350an.
Itulah alasan kenapa dia benar-benar hanya mengandalkan SNMPTN atau jalur
raport lainnya. Sebenarnya ada banyak hal logis kenapa dia bisa ketolak di UNS.
Pertama, dia ingin kuliah lebih jauh agar bisa lebih mandiri, bertemu banyak
orang baru. Lalu dia juga merasa perlu berpisah jarak dengan orang-orang
tertentu. Selain itu, ia berpikir jika mengambil prodi biologi akan
memberatkannya.
Ya, walau
awalnya dia berniat konsisten di biologi, tapi ketika dilihat jangka panjang
dia merasa itu bukan keputusan yang tepat. Serta yang terpenting adalah, Allah
SWT mengatur urusan hamba-Nya dengan sebaik mungkin. Bahkan ketika kita lupa
dengan apa yang telah kita ucap, Dia Sang Pemberi Rezeki selalu mengingat
perkataan kita, memerhatikan doa yang kita haturkan. Memang kejadian di dunia
itu hanya seputar dari apa yang kita tanam. Apa yang terjadi sekarang bisa saja
karena apa yang telah kita aamiin kan di masa lalu. Dia terikat dengan
ucapannya tahun 2014 silam. Itulah alasan kenapa jalur undangan dari UIN Walisongo datang.
Hari panjang dilalui dengan mengurus pendaftaran mandiri prestasi UIN
Walisongo. Jujur melelahkan, keluhnya. Seperti itulah rasanya memperjuangkan
janji. Meluangkan waktu tidurnya untuk mengurus berkas, memantau web karena
sering eror, menunggu balasan dari pihak BK terkait surat-surat, dan lainnya.
Gak papa
adalah kata andalannya untuk melewati fase lelah itu. “Bismillah, Allah memberi
ini karena Allah akan mengabulkan doa ku kembali ke
Semarang.”
Dia mencoba untuk selalu berbaik sangka. Hingga yang ditunggu-tunggu datang. Yeay, akhirnya dia lolos di Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Tapi ada sedikit bumbu setelah keberhasilannya.
Ya, dia
juga lolos SBMPTN di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Apa kata
temannya? “Ya Allah kamu diterima di UGM tapi gak kamu ambil?” Banyak
pertanyaan datang bertubi-tubi. Awalnya dia tidak berniat membuka pengumuman
SBMPTN, lagipula orang-orang pada tahu kalau dia diterima di Semarang, tapi
karena sahabatnya meminta maka ia membukanya. Dia tidak diijinkan mengundurkan
diri dari UIN Walisongo. Selain karena jalur undangan, membawa nama baik
sekolah, pastinya ketika dia dan tim nya berprestasi, maka adik kelasnya akan
mendapat kemudahan untuk masuk ke UIN Walisongo.
Siswa SMAnya sedikit yang masuk universitas Islam, kebanyakan menuju universitas umum. Mungkin jika
ingin menuju universitas islam, banyak yang terkendala di bahasa arab, dan
kesusahan mencari alumni. Sasana Widyatama, julukan SMA nya, sempat kehilangan
beberapa universitas di Semarang. Peminatan MIPA tidak ada yang lolos SNMPTN di
UNDIP selama dua tahun terakhir ini. Siswa yang diterima di UNNES juga tidak
sebanyak di UGM dan UNS. Apa karena terkendala jarak? Entahlah dia tidak
mengerti. Mungkin dengan dia di UIN Walisongo, SMAnya akan memperoleh
kesempatan dan kepercayaan.
Sebenarnya ada banyak hal yang ingin ia
sampaikan pada kalian mengenai tanggung jawab dan rela berkorban. Jujur, dia
mau memprioritaskan UIN Walisongo karena dia melihat perjuangan gurunya
membantu proses pendaftaran, mengarahkan selama pengisian data, dan aktif
menghubunginya. Ketika ada orang lain
memberi kita satu mawar, apakah kita juga hanya mau memberi satu mawar? Kita
lebih baik memberinya banyak mawar kan? Sama dengan pihak BK yang
menawarinya jalur undangan, maka balasan luar biasanya adalah dia harus
membesarkan nama SMA di kampusnya. Sasana Widyatama harus bahagia. Itu tadi yang disebut ilmu balas budi.
Ketika kita membalas orang lain dengan kebaikan, mau bertanggung jawab dengan
kewajiban yang sudah diberikan, Insya Allah, Sang Pencipta akan mempermudah
urusan kita. Memiliki rasa tanggung jawab itu menenangkan. Dengan rasa tanggung jawab yang tinggi maka
kita bisa memiliki tatanan hidup yang baik. Kemudian tentang rela
berkorban. Sebenarnya ketika mengambil UGM, dia bisa satu kost dengan
sahabatnya, jarak dekat, universitas bergengsi. Dia menjadikan UGM itu cadangan
karena sudah terikat dengan jalur undangan. Tapi sekali lagi, dia juga selalu
mengingat perkataannya tentang ingin kembali ke Semarang. Walau sebenarnya dia
tidak pernah punya rencana ke UIN, dengan cintanya pada Semarang maka ia pasti
bisa mencintai universitasnya. Dia ingin
membahagiakan Sasana Widyatama, itu karsa bulatnya. Jadi
di penghujung cerita ini, gadis itu ingin menyampaikan jika kita tidak boleh
egois. Jangan sembarangan mengambil keputusan agar tidak merugikan banyak
orang. Kadang dalam hidup ini, kita harus mementingkan kepentingan orang lain
dulu daripada kepentingan kita sendiri. Maka dari itu sikap rela berkorban
perlu ditanamkan. Semoga kamu dan dia selalu diberi kelancaran dalam
melewati ujian dunia ini ya, aamiin J
Posting Komentar