Hidup di era globalisasi, era kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah menimbulkan persaingan dalam berbagai bidang seperti sekarang, dan menjadikan semua hal harus terlihat sempurna. Ini tentu
memiliki dampak positif, terutama bagi manusia sebagai makhluk yang memegang peranan besar dalam
kehidupan alam semesta. Namun, bagi sebagian orang, dengan adanya semua
kemajuan ini menimbulkan rasa cemas, khawatir, dan bimbang tentang masa depan
serta segala kemungkinan buruk yang akan terjadi padanya. Sehingga banyak yang menetapkan standar bahagia yang tinggi
seperti orang lain, dia ingin bisa merasakan bahagia yang orang lain rasakan. Padahal kita tahu, standar bahagia
setiap orang berbeda-beda. Setiap orang sibuk dengan dirinya sendiri, sibuk
mengembangkan apa yang ada pada dirinya, sibuk mencari sumber bahagianya
sendiri, bisa dibilang dunia adalah sekumpulan kontradiksi yang rumit dan tiada
habisnya.
Tapi apakah
kita pernah berpikir, bahwa dunia tak serumit apa yang kita bayangkan. Justru kita
sendirilah yang membuat-mindset-rumit terhadap dunia ini. Karena tidak ada seorang pun dari kita yang hidup di dunia yang objektif,
melainkan dunia ini kita maknai secara subjektif. Dunia yang aku lihat berbeda dengan dunia
yang kamu lihat. Dan kita tidak akan bisa berbagi dunia dengan orang lain. Logikanya begini, apakah kamu pernah meminum air
sumur? Sumur memiliki temperatur yang sama setiap tahun, yaitu berkisar antara
18-25 derajat celsius. Ini angka yang objektif, angkanya tetap sama siapa pun yang mengukurnya. Tetapi, saat kamu meminum air
tersebut pada musim panas, maka air itu akan terasa sejuk, dan ketika kamu
meminum air itu ketika musim dingin, air itu terasa hangat. Meskipun air yang
diminum sama, rasanya akan bergantung pada waktu dan keadaan ketika kita minum,
entah itu musim panas atau musim dingin. Kesejukan atau kehangatan air sumur
adalah fakta yang tak bisa disangkal, itulah arti dari dunia yang subjektif.
Kita tak akan bisa lari dari subjektivitas diri kita sendiri. Mungkin saat ini
dunia terlihat rumit dan misterius, tetapi jika engkau merubah cara pandangmu,
dunia akan terlihat lebih sederhana. (sesederhana aku yang mengutarakan cinta lewat doa dan
kelak Allah yang akan menyatukan kita. Jiakhhhh!!).
Oke, jadi
persoalnnya bukan tentang bagaimana dunia ini, tetapi bagaimana engkau
memandang dunia ini. Hal ini seperti ketika kau melihat keindahan dunia dengan
kacamata hitam, wajar jika semua nampak gelap. Tapi kau bisa saja langsung
melepas kacamata itu dari pada meratapi kegelapan dunia. Mungkin dunia akan
terlihat menyilaukan atau kamu justru akan sesekali menggunakan kacamata itu
kembali agar kamu terhindar dari silau matahari.
Tapi, apakah
kamu sanggup untuk melepaskan kacamata gelap itu dari awal? Bisakah kamu
menatap langsung dunia ini? Beranikah kamu? It sounds completely crazy, but
it's your choice. Kamu lah pemeran utama yang menentukan kerumitan dan kebahagiaanmu
sendiri.
Posting Komentar