Sebenarnya manusia selalu diselimuti kebaikan pada dirinya, begitupun ketika menjadi diri sendiri. Kita tidak perlu menjadi sosok yang bukan diri kita untuk dianggap peduli. Menjadi diri sendiri bisa jadi bahan seleksi pertemanan, mana teman yang hanya memanfaatkan kebaikan dan mana teman yang ada pada situasi apapun. Sebab teman tak perlu diikat, teman hanya perlu dipeluk erat.
Hidup dengan kepura-puraan adalah suatu bentuk kesia-siaan. Jika “tidak” katakan “tidak”, jika “iya” katakana “iya”, sebab teman yang baik pasti mengerti dan memahami dirimu. Memang kalimat tadi terdengar egois, sebab menurutku kita terbiasa dengan narasi sebaik-baik manusia adalah ia yang bermanfaat untuk orang lain, akan tetapi lupa untuk bermanfaat pada diri sendiri. Bermanfaat untuk diri sendiri atau mementingkan diri sendiri bukan berarti acuh tak acuh pada orang lain. Sederhananya, di sini penulis menggunakan kata “keseimbangan” sebagai kata kunci. Manfaat yang diberikan adalah seimbang pada diri sendiri dan juga pada sesuatu yang di luar dari dalam diri; manusia, hewan, tumbuhan dan semua makhluk yang hidup di bumi.
Seperti cacing yang tidak akan pernah menjadi lebah untuk memberi manfaat kepada bunga dalam membantu proses penyerbukan. Cacing akan tetap menjadi cacing yang memberi manfaat dengan caranya sendiri yaitu dengan memberi ruang kepada air yang ada di dalam tanah hingga menuju muara bunga sehigga bermekaran jua.
Jika ditarik garis horizontalnya, merdeka dan seimbang adalah sebuah ramuan dua sisi yang mempunyai titik temu pada ujung kebermanfaatan terhadap diri sendiri pun terhadap sesuatu yang ada pada luar diri. Lebih dekat dari itu, merdeka dan seimbang sejak dalam pemikiran bisa menjadi cara untuk menjaga kawarasan.
Posting Komentar